Napak Tilas Kejayaan Nusantara

Oleh. Ghozila Hamid 


Tak dapat dipungkiri bahwa konon katanya pertemuan antara Putri Ken Dedes dengan Ken Arok di kolam pemandian Banyu Biru, Pasuruan yaitu dalam rangka menyusun strategi kekuatan untuk melawan raja-raja Kediri. Rupanya gerak gerik mereka ini terpantau oleh suaminya Ken Dedes yaitu Tunggul Ametung yang saat itu diberi wewenang untuk memerintah wilayah di daerah Tumapel, Tumpang – Malang.

Nah, terpaksalah dibunuhnya suami dari Ken Dedes oleh Ken Arok yang kebetulan saat itu sedang terjadi gonjang-ganjing kekuasaan di kerajaan Kediri. Untuk dapat melanjutkan perjuangan tersebut tampaknya Ken Arok harus menyandang “Gelar” sebagai Aparatur Negara.

Dan untuk meluluskan niat tersebut tampaknya Ken Arok harus mengawini Ken Dedes guna melanjutkan roda pemerintahan. Setelah Ken Arok resmi menjadi Aparatur Negara mulailah Ken Arok menyusun kekuatan yang dibantu oleh gurunya sendiri, yaitu Mpu Gandring, (Mpu adalah sebutan atau gelar yang disandang untuk jabatan sebagai Tenaga Ahli / Pakar Pemerintahan pada masa itu - Red).

Melihat situasi kerajaan Kediri dalam keadaan kekosongan kekuasaan lalu dimanfaatkanlah oleh Ken Arok untuk merekrut seluruh aparatur kerajaan Kediri agar berpihak kepadanya bilamana terjadi pertempuran yang dimenangkan oleh pihak Ken Arok yang nantinya kerajaan tersebut melebur menjadi kerajaan Singhasari dan Ken Arok yang merupakan gabungan dari Tumapel dan Kediri.


Pertanyaannya sederhana :
Ken Arok itu Islam apa Hindu atau Animisme?
Disini saya tidak mengungkap tentang Anusopati, Tohjoyo dan seterusnya. Tetapi mengutarakan tentang perkawinan Ken Dedes dan Ken Arok itu dilaksanakan setelah lahirnya anak yang dikandung dari perkawinannya dengan Tunggul Ametung yang diberi nama Anusopati.


Hal tersebut hanya boleh dilakukan (dibenarkan) dalam agama Islam. Inilah kunci jawabannya atau bukti bahwa itu adalah Islam, dimana seorang lelaki tidak oleh mengawini perempuan yang lagi hamil sampai si-anak tersebut lahir (Dasar Islam).

Penobatan Raja-Raja Nuswantoro

Setiap penobatan raja-raja nuswantoro selalu dimandi-sucikan (Jamus Nuswantoro) di sumber mata air “Jolo Tundo” - Mojokerto. Setelah selesai dimandi-sucikan maka dimeriahkan disuatu tempat yang tidak jauh dari area pemandian Jolo Tundo, kalau sekarang semacam area untuk bersenang-senang yang disebut “Kuto Girang”. Kuto artinya Kota / Area. Girang artinya senang, atau luapan kegembiraan setelah resmi dilantik sebagai raja dan sebagai ujud rasa syukur kepada Tuhannya. Kuto juga bisa diambil dari kata-kata “Mahkota” yang artinya Penobatan. Bukti-bukti tersebut menunjukkan masih menggunakan ritual-ritual Islam.

Dalam mata air Jolo Tundo tersebut sangatlah mencolok tempat untuk memandikan calon bakal raja dan permainsuri, antara laki dan perempuan lokasinya terpisah, tidak campur jadi satu. Hal ini menunjukkan bukti adanya budaya Islam.

Bab tentang keadaan kejayaan Islam dapat dilihat dari adanya Kolam Segaran dan olam-kolam lainnya. Kolam itu menunjukkan kejayaan (kemegahan Islam) yang katanya orang Belanda kita di cap sebagai bangsa yang primitive atau terbelakang dan gak berbudaya.

Juga dengan adanya pondasi-pondasi yang begitu besar dan mencengangkan itu menunjukkan adanya bangunan-bangunan tinggi tapi sekarang nyaris tinggal pondasinya. Bangunannya hampir semuanya rusak dan hilang.

Itulah yang disebut dengan Revolusi Budaya agar anak cucunya dikemudian hari tidak dapat melihat kejayaan Islam nenek moyangnya. Minder menjadi bangsa yang unggul dan maunya diperintah oleh bangsa lain.

Ada kemiripan pola Revolusi Budaya yang dijalankan oleh Belanda dengan yang terjadi di negeri Irak saat ini, yang konon katanya disebut negeri 1001 malam dan sekarang luluh lantak nyaris tak meninggalkan bekas sama sekali.

Bukti lain yang tersisa adalah adanya makam-makam yang seluruhnya menunjukkan bahwa itu adalah Islam. Kalau itu Hindu pasti tidak ada adanya makam karena begitu meninggal langsung dibakar dan dilarung di laut.

Adapun ada yang mengklaim aliran Hindu yang menyimpan abunya di dalam makam tersebut maka itu menunjukkan kehinaan bagi agama Hindu (tidak Purna).

Katanya orang-orang sejarah mengatakan bahwa ada makam orang Hindu, maka itu merupakan pembohongan public yang luar biasa. Tapi mungkin mereka ingin memasukkan kita sebagai bangsa budak (Slave) dan bukan sebagai bangsa yang beradab.

Bukti lainnya adalah lambang “Surya Majapahit”. Surya itu artinya matahari, sedangkan Majapahit artinya Keemasan kerajaan Majapahit. Jadi Surya Majapahit adalah Masa-masa Keemasan dari Kerajaan Majapahit yang kesemuanya tersimpan di musium-musium nasional maupun internasional, baik berupa mata uang, peralatan hidup sehari-hari maupun artefak lainnya seperti batu nisan yang didepannya terpahat ukiran lambang Surya Majapahit dan kalimat Tauhid “Laa Ilaaha Illalaah”, yang artinya Tiada Tuhan selain Allah.

Dan untuk menghormati budaya Islam zaman dulu maka hingga saat ini-pun lambang Surya Majapahit masih dipakai oleh aparatur negara kita seperti Camat, Bupati/Walikota, Polisi, ABRI, dan sebagainya. Jadi kalau ada yang mengklaim bahwa kita dulunya adalah Hindu maka itu merupakan upaya pembodohan publik yang kala itu dan sampai detik ini-pun masih ada upaya pembelokan sejarah dari Belanda dan kita semua perlu mewaspadainya.

Demikianlah adanya.
Salam Nusantara.


Sumber Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Ken_Arok
http://id.wikipedia.org/wiki/Pararaton
http://id.wikipedia.org/wiki/Keris_Mpu_Gandring
http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/photo360/147
http://www.squidoo.com/heritage-kingdom-of-majapahit
http://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit
http://www.eastjava.com/books/majapahit/
http://driwancybermuseum.wordpress.com/2011/05/14/pendahuluan-perang-majapahit-1293-1525-the-preface-of-majapahit-java-kingdom-war/
http://whc.unesco.org/en/tentativelists/5466/

0 komentar

Write Down Your Responses