Rompi jebol karena KW-2 ?
Oleh. M. Djoko Yuwono
JEBOLNYA rompi antipeluru personel Densus 88 Briptu (Anumerta) Suherman yang ditembak terduga teroris yang dikabarkan “hanya” bersenjatakan pistol, menarik disimak. Paling tidak di warung kopi Ki Sruntul.
“Jarak tembak pistol maksimal 25 meter, itu pun kalau kalibernya cukup besar,” kata Ki Sruntul sok tahu, “pada jarak tembak lima meter agak janggal kalau peluru pistol itu dapat menembus rompi itu. Kalau jarak semeter, itu tergantung kualitas rompi antipelurunya.”
Kata dia, bahan terbaik rompi seperti itu adalah Kevlar, tapi mahal. Ada yang memakai keramik yang lebih murah, tapi berat dan fleksibilitasnya kurang. Kevlar tahan peluru pistol kaliber 9 mm dari jarak dekat kecuali jenis magnum yang memakai isian bahan pendorong lebih banyak seperti halnya Colt magnum buatan AS serta Dessert Eagle kaliber 50 buatan Israel.
Tentunya untuk Densus 88 yang menghadapi risiko tinggi, diperlukan peralatan pelindung berkualitas tertinggi pula. Kasus jebolnya rompi Briptu (Anumerta) Suherman dapat menurunkan moral anggota di lapangan. Ki Sruntul khawatir, spesifikasi rompi itu diturunkan karena mengejar harga murah atau “sebab-sebab lainnya” yang perlu diungkap.
“Wah, ibarat kasus simulator SIM, personel yang mengadakan harus bertanggung jawab tuh,” ujar Jolodong.
“Gimana caranya?” tanya Somad.
“Gampang. Perwira penanggung jawabnya disuruh pakai rompi itu lantas ditembak dari jarak dekat. Kalau tetap tabah, tenang, berarti tak bersalah. Tapi, kalau sebelum ditembak saja sudah terkencing-kencing, pasti ada sesuatu,” jawab Jolodong.
“Memang ada yang begitu?” tanya Somad.
“Eeeee, ada dong,” katanya.
Perwira Sejati
Dulu, begitu cerita Jolodong, ada perwira tinggi bintang dua yang bertanggung jawab terhadap operasi pembebasan sandera di tahun 1980-an. Di depan personel pasukan khusus yang hendak ditugaskan, tanpa ragu-ragu ia mengenakan rompi antipeluru dan disuruh menembak dari jarak dekat. Selamat. Supaya lebih mantap lagi, seorang anggotanya, Pamen Polri yaitu Letkol (Pol) Kunarto, disuruh memakai rompi lainnya yang sejenis dan ditembak pula dari jarak dekat. Tak apa-apa. Pati berbintang dua yang bernyali prajurit sejati itu kelak menjadi pimpinan tertinggi ABRI, sedangkan Pamen Polri yang berani itu menjadi Kapolri.
“Busyet, hebat mereka. Tapi ada lho seorang perwira tinggi yang baru ditembak gambarnya saja sudah ‘nangis-nangis’ di depan publik, curhat di televisi” celetuk Somad.
“Sssstttt, jangan keras-keras!” seru Jolodong. Semua pengunjung warung terbahak-bahak dan terpingkal-pingkal sampai ada yang mengeluarkan air mata.
Menjaga Moral Tinggi
Jolodong menambahkan, keyakinan bahwa peralatan yang berkualitas bagus dan dapat melindungi pemakainya akan meningkatkan semangat tempur atau moral prajurit di lapangan. Mereka tak perlu ragu-ragu lagi. Dia menambahkan, pada detik-detik sebelum berangkat tugas, tim khusus pasukan khusus TNI AD itu dipertunjukkan pula senjata yang akan mereka pakai dan meyakinkan semuanya oke. Hanya satu prajurit yang gugur pada waktu itu, seorang sersan kepala, karena minta rompi yang lebih pendek dengan alasan biar gampagn bergerak. Orang ini bertubuh tinggi. Ternyata, ketika menyerang ke dalam pesawat, teroris menembaknya dari bawah sehingga di tempat lowong itu peluru menembus bagian bawah badannya. Andaikan saja dia tidak minta rompi yang lebih pendek ….
Pertaruhkan Nyawa Prajurit
Satu prinsip, begitu Jolodong berpidato di depan para pengunjung warung kopi (dan ternyata mereka tidak mengantuk sehingga tak perlu ditegur) adalah jangan mempertaruhkan nyawa prajurit di lapangan. Pesonel Densus 88 dididik dan dilatih secara keras dan khusus, sehingga setiap individu sangat bernilai perannya.
Oleh karena itu, lanjutnya, jangan mempermainkan nasib atau nyawa mereka. “Jangan karena pertimbangan-pertimbangan yang tidak masuk akal lantas spesifikasi atau kualitas peralatan mereka diturunkan atau dikurangi, tidak sesuai standar, KW-2. Tak boleh ada tawar-menawar,”serunya sebelum menubruk combro.
“Iya dong, rakyat membayar pajak agar terjamin hidupnya, keamanannya. Juga bantuan-bantuan dari luar negeri harus maksimal dimanfaatkan,” katya Ki Sruntul menyudahi rapat pleno rakyat jelata itu.
0 komentar
Write Down Your Responses