Sajak Si Pembelah Bambu
Orang-orang di sekitar menyebutnya
tuan tanah dan saudagar yang kaya raya
tanahnya luas sungguh tak terkira
jualannya banyak macam dimana-mana
Ia punya ragam julukan dan juga gelar
namun orang-orang kerap memanggilnya :
paman Pe-In sang perkasa!
Hari-hari ia jalani dengan menghitung
dollar demi dollar mengalir
dinar demi dinar mencair, euro demi euro dan
rupiah tak dianggap sebab dijamin kertas
bukannya emas!
Jidat kepalanya sering berkerut
meski itu harta sudah melimpah-ruah
kawanku berbisik lirih, takut didengar
antek-anteknya tersebar seantero dunia :
"Ia ingin lebih kaya lagi, tak ada syukur
atas kekayaannya yang kini telah ada
tanahnya luas sungguh tak terkira
jualannya banyak macam dimana-mana
Ia punya ragam julukan dan juga gelar
namun orang-orang kerap memanggilnya :
paman Pe-In sang perkasa!
Hari-hari ia jalani dengan menghitung
dollar demi dollar mengalir
dinar demi dinar mencair, euro demi euro dan
rupiah tak dianggap sebab dijamin kertas
bukannya emas!
Jidat kepalanya sering berkerut
meski itu harta sudah melimpah-ruah
kawanku berbisik lirih, takut didengar
antek-anteknya tersebar seantero dunia :
"Ia ingin lebih kaya lagi, tak ada syukur
atas kekayaannya yang kini telah ada
keserakahan ialah hak azasi yang harus
dibuktikan dengan segala cara"
Baginya, agama adalah teknologi
sedangkan tuhan letaknya di angan-angan
cuma impian pemikiran, itu bisa dimainkan!
dibuktikan dengan segala cara"
Baginya, agama adalah teknologi
sedangkan tuhan letaknya di angan-angan
cuma impian pemikiran, itu bisa dimainkan!
Yah, tuhan dapat berwujud kekuasaan
tuhan bisa berupa uang, senjata dan lain-lain
surga serta neraka dicipta pada genggaman
silahkan ditawar, boleh dipesan-pesan
Tak sedikit yang paham kisah buruknya dulu
saat ini, atau rencananya dikemudian hari
merampok, membunuh dan merampasi harta
juga merebut tanah tetangga di kanan-kiri
karena turut mencicipi, mereka berpura tak tahu
diam seribu kata seribu bahasa
Yah, paman Pe-In pandai merekayasa sesudahnya
citranya ditutupi stigma-stigma sang sutradara
Sahabat kental sekaligus penasehat spiritualnya
adalah bang Zo-Is, anak tunggal kakek gurunya
sifatnya ramah, humoris dan jagoan dalam lobi-lobi
harap dicamkan, ia bisa membunuh sambil tertawa
lalu tersenyum dengan kuku-kuku di balik baju
siap menerkam siapa saja lagi tak pandang bulu
Bang Zo-Is sosok berwatak biadab
tetapi menggunakan cara seolah-olah beradab
tuhannya adalah tujuan, agamanya kepintaran
nafasnya berbau kepentingan
Dua sahabat itu, setali tiga uang
ibarat sisi-sisi sekeping mata uang
seolah-olah berseberangan, tetapi
kemanapun bergandengan, kini mereka
ada mainan baru membelah-belah bambu
begitu asyik mengaduk-aduk tanah harapan
para kaki tangan dibekali dogma dan aturan
setiap bambu dibelah menjadi empat :
"Belahan keras dihancurkan saja
sebab berbahaya bisa membuat luka
belah yang lentur dimanfaatkan
belah yang jelek, yang rusak tak apa
diberi warna, diadu kuat dengan belah lain
dibuat permainan, dibentur-benturkan!"
Hingga kini mainan itu tidak jua kunjung usai
ada fenomena maha dahsyat diluar logikanya
di gurun berpasir gersang, janjikan kekayaan
menjadi proyeknya sepanjang masa, selagi bisa
tak putus-putus walau dengan berbagai cara
retak sudah bangunan gunung pundi-pundinya
"ini kerja sia-sia, belum ada manfaat apa-apa
dilanjutkan bakalan lebur
tak diteruskan babak belur!"
Mulanya, mereka ingkar akan kitab terdahulu
menolak ajaran semai-tuai, tebar dan petik
mengelak dari cinta dan kebenaran
congkaknya sudah keterlaluan, kelewat batas!
cinta dijual belikan, kebenaran dapat diproduksi
sesuai permintaan pembeli
Dua sobat kental itu
benar-benar lupa ujaran nenek moyang
seorang temanku bertutur :
"Pikirannya terhijab oleh nafsu-nafsu iblis
dan kepongahan dari tujuan kepentingannya
matanya melek tetapi hakikinya tak melihat
ia berjalan sendirian, membuat sendiri sejarah
mengikuti gurat-gurat ambisi, membabi-buta"
Di ujung kebangkrutannya, ia teringat
sepenggal nasehat bijak kakeknya dulu :
"Ada tanah subur di seberang lautan dan
banyak hutan bambu rimbun menghijau
itulah negeri keramat, banyak aneka bangsa
mencari keseimbangan hidup, disana itu
bambu-bambunya biarkan saja tumbuh
jangan dirusak, tak boleh dipotong-potong
atau dipecah-belah, nanti kamu bisa kualat
isi kepalamu akan pecah dan berhamburan!"
Paman Pe-In dan bang Zo-Is tercenung
bara sesal dan amarah menggelora, namun
gelombang keangkuhan lagi-lagi menerjang
berdialog di lorong-lorang logika, lalu
mereka masih membandel, terus bermain
membelah bambu dengan jurus-jurus baru :
"Ah, sudah kepalang tanggung, maju terus
berhasil atau hancur, cuma dimensinya beda!
mau terus hidup atau mati tak apa-apa
paling sekedar untuk kenangan anak cucu
buat dongengan menjelang tidur?"
Di akhir kisahnya, dua sosok si pembelah bambu
ditemukan tergeletak di sebuah taman gersang
menjadi abu di panggung hegemoninya
orang-orang sekitarnya cuma menengok
lantas bergunam sambil terus berjalan :
"Ia mati ditelan kepintaran, kepentingan dan tujuan
tergilas madu ciptaannya, terbunuh oleh ambisinya
untuk menjadi raja paling perkasa di jagad ini"
Aduhai
kita semua cuma penyaksi-penyaksi
karena yang membunuh sesungguhnya adalah Dia
melalui panglima (aulia) dan tentara-Nya!
Tangerang, 5 Juli 2008
tuhan bisa berupa uang, senjata dan lain-lain
surga serta neraka dicipta pada genggaman
silahkan ditawar, boleh dipesan-pesan
Tak sedikit yang paham kisah buruknya dulu
saat ini, atau rencananya dikemudian hari
merampok, membunuh dan merampasi harta
juga merebut tanah tetangga di kanan-kiri
karena turut mencicipi, mereka berpura tak tahu
diam seribu kata seribu bahasa
Yah, paman Pe-In pandai merekayasa sesudahnya
citranya ditutupi stigma-stigma sang sutradara
Sahabat kental sekaligus penasehat spiritualnya
adalah bang Zo-Is, anak tunggal kakek gurunya
sifatnya ramah, humoris dan jagoan dalam lobi-lobi
harap dicamkan, ia bisa membunuh sambil tertawa
lalu tersenyum dengan kuku-kuku di balik baju
siap menerkam siapa saja lagi tak pandang bulu
Bang Zo-Is sosok berwatak biadab
tetapi menggunakan cara seolah-olah beradab
tuhannya adalah tujuan, agamanya kepintaran
nafasnya berbau kepentingan
Dua sahabat itu, setali tiga uang
ibarat sisi-sisi sekeping mata uang
seolah-olah berseberangan, tetapi
kemanapun bergandengan, kini mereka
ada mainan baru membelah-belah bambu
begitu asyik mengaduk-aduk tanah harapan
para kaki tangan dibekali dogma dan aturan
setiap bambu dibelah menjadi empat :
"Belahan keras dihancurkan saja
sebab berbahaya bisa membuat luka
belah yang lentur dimanfaatkan
belah yang jelek, yang rusak tak apa
diberi warna, diadu kuat dengan belah lain
dibuat permainan, dibentur-benturkan!"
Hingga kini mainan itu tidak jua kunjung usai
ada fenomena maha dahsyat diluar logikanya
di gurun berpasir gersang, janjikan kekayaan
menjadi proyeknya sepanjang masa, selagi bisa
tak putus-putus walau dengan berbagai cara
retak sudah bangunan gunung pundi-pundinya
"ini kerja sia-sia, belum ada manfaat apa-apa
dilanjutkan bakalan lebur
tak diteruskan babak belur!"
Mulanya, mereka ingkar akan kitab terdahulu
menolak ajaran semai-tuai, tebar dan petik
mengelak dari cinta dan kebenaran
congkaknya sudah keterlaluan, kelewat batas!
cinta dijual belikan, kebenaran dapat diproduksi
sesuai permintaan pembeli
Dua sobat kental itu
benar-benar lupa ujaran nenek moyang
seorang temanku bertutur :
"Pikirannya terhijab oleh nafsu-nafsu iblis
dan kepongahan dari tujuan kepentingannya
matanya melek tetapi hakikinya tak melihat
ia berjalan sendirian, membuat sendiri sejarah
mengikuti gurat-gurat ambisi, membabi-buta"
Di ujung kebangkrutannya, ia teringat
sepenggal nasehat bijak kakeknya dulu :
"Ada tanah subur di seberang lautan dan
banyak hutan bambu rimbun menghijau
itulah negeri keramat, banyak aneka bangsa
mencari keseimbangan hidup, disana itu
bambu-bambunya biarkan saja tumbuh
jangan dirusak, tak boleh dipotong-potong
atau dipecah-belah, nanti kamu bisa kualat
isi kepalamu akan pecah dan berhamburan!"
Paman Pe-In dan bang Zo-Is tercenung
bara sesal dan amarah menggelora, namun
gelombang keangkuhan lagi-lagi menerjang
berdialog di lorong-lorang logika, lalu
mereka masih membandel, terus bermain
membelah bambu dengan jurus-jurus baru :
"Ah, sudah kepalang tanggung, maju terus
berhasil atau hancur, cuma dimensinya beda!
mau terus hidup atau mati tak apa-apa
paling sekedar untuk kenangan anak cucu
buat dongengan menjelang tidur?"
Di akhir kisahnya, dua sosok si pembelah bambu
ditemukan tergeletak di sebuah taman gersang
menjadi abu di panggung hegemoninya
orang-orang sekitarnya cuma menengok
lantas bergunam sambil terus berjalan :
"Ia mati ditelan kepintaran, kepentingan dan tujuan
tergilas madu ciptaannya, terbunuh oleh ambisinya
untuk menjadi raja paling perkasa di jagad ini"
Aduhai
kita semua cuma penyaksi-penyaksi
karena yang membunuh sesungguhnya adalah Dia
melalui panglima (aulia) dan tentara-Nya!
Tangerang, 5 Juli 2008
0 komentar
Write Down Your Responses