Antara Isu dan Gerakan Asimetris Barat

Oleh. M. Arief Pranoto; (Kasus Hawla di Syria: Antara Isu dan Gerakan Asimetris Barat)

Entah mulai kapan, memang belum dijumpai literatur pasti. Tetapi sejak kegagalan beberapa symmetric strategy (strategi simetris) atau sering disebut hard power, atau agresi (invasi) militer dan sebagainya, terutama tatkala Amerika Serikat (AS) dan sekutu memetik kekalahan di Afghanistan dan Irak (namun media jarang bahkan tidak mengekspos), model kolonialisme Barat cenderung mengembangkan strategi asimetris (non militer). Sebutan lain yang sering dipakai sebelum istilah asimetris populer ialah smart power, irraguler, non tradisional, provincial reconstruction team (PRT) dan lainnya.

Alasan pokok kenapa penggunaan kekuatan militer (simetris) dalam methode kolonial kini sudah mulai ditinggalkan, ialah besarnya biaya hard power sebagaimana invasi militer AS di kedua negara tadi (Afghanistan dan Irak) tetapi hasilnya tidak signifikan. Istilah lazimnya “tak balik modal”. Paling aktual mungkin invasi NATO dengan berbekal resolusi PBB Nomor 1973 tentang No Fly Zone di Libya dimana hasil operasi tidak sesuai harapan. Artinya NATO hanya mampu merampok harta Libya yang di luar negeri berkedok pembekuan aset-aset Gaddafi, tetapi belum mampu menguasai teritorial. Bahkan pemerintah sementara (NTC) Libya bentukan asing pun seperti gagal mengendalikan negeri yang porak-poranda dilanda perang tersebut.

Terdapat perlawanan maha dashyat pada ketiga negara (Irak, Afghanistan dan Libya) yang kurang diperkirakan sebelumnya oleh AS dan sekutu. Secara tidak resmi, Afghanistan dijajah mulai 2001- hingga sekarang. Entah kapan penarikan total militer asing di sana, sedang Irak dari 2003-2011. Ya, perang terpanjang dalam petualangan militer AS di Timur Tengah pasca Perang Dunia II tidak meraih hasil maksimal, bahkan kebangkrutan ekonomi kini menganga di depan mata. Ini jelas sangat menurunkan hegemoni militer Barat dengan citra kecanggihan teknologi perangnya. Bagaimana mungkin Taliban yang cuma sekelas separatis mampu mengimbangi gempuran tentara profesional dengan peralatan modern dari 42 negara (AS, NATO dan ISAF) hingga sekian tahun?

Kemudian diciptakanlah "Video Kematian Osama" sebagai alasan utama menarik pasukan dari Afghanistan dan Irak, atau menyebar "Video Kematian Gaddafi" untuk mengakhiri bombardir NATO yang mahal diongkos namun hingga masa berlaku Resolusi PBB habis, meskipun kemudian diperpanjang hingga Maret 2012 ternyata para loyalis Gaddafi tidak pernah menyerah bahkan melawan habis-habisan.

Dalam logika perang, jika sang raja (Gaddafi) sudah tewas dan panglimanya (Saif al Islam) tertangkap niscaya perlawanan melemah, tetapi di Libya justru kebalikan. Diyakini memang ada “sesuatu” di sana. Entah dalam hal apa. Apakah ini bagian edit dan kontra berita media yang merupakan bagian methode koloni Barat, sehingga masyarakat internasional tidak bisa menyimak jalannya peperangan secara utuh dan runtut, atau barangkali Gaddafi dan Saif memang masih eksis di medan pertempuran. Atau ada estimasi lain? Silahkan.

Setidak-tidaknya circumstantial evidence (bukti keadaan) mengajarkan kepada kita, mustahil sebuah perlawanan dahsyat berlangsung tanpa komando jelas. Lalu, siapa yang memimpin para loyalis Gaddafi? Ini yang tidak terjawab di media mainstream dimana mayoritas dimiliki Barat. Analisa pakar, pengamat dan peneliti hanya berputar-putar soal semangat tempur, penguasaan medan dan lainnya yang membuat para loyalis Gaddafi mampu bertahan bahkan membuahkan kemenangan.

Memahami Kerja Asimetris
Tidak seperti di Tunisia, Yaman dan Mesir yang cukup dengan sekali “goyang” ala Arab Spring elitnya terbirit lengser akibat gerakan massa berbahan kemiskinan dan korupsi, tampaknya isue-isue tadi kurang populer di rakyat Syria. Dengan kata lain methode asimetris via isue korupsi dan kemiskinan bertajuk “Musim Semi Arab” ternyata gagal di Syria. Methode pun ditingkatkan menjadi “perang sipil” (pemberontakan bersenjata) dimana para personel telah dilatih sebelumnya oleh militer asing di wilayah perbatasan. Misalnya dari Ersal di Libanon, Hakkari di Turki dan Al Mafraq di Jordania. Syria memang tengah dikepung dari ketiga “kota konspirasi” tersebut.

Isue yang ditebar sekarang bahwa Bashar al Assad melakukan “kejahatan kemanusiaan” di Hawla. Pola ini persis seperti yang dijalankan NATO di Libya melalui media dan 70-an LSM lokal (komprador) yang menginduk kepada National Endowment for Democracy (NED), LSM Petagon yang dibiayai Kongres AS. Namun modus usang ini pun diyakini akan gagal, gagal dan gagal apabila AS dan sekutu “ngotot” mengejar terbitnya Resolusi PBB lalu ingin menghadirkan pasukan asing di Syria. Kenapa demikian, oleh sebab Cina dan Rusia ---karena berbagai kepentingannya--- dengan bermacam cara niscaya berada di belakang Syria, baik melalui hak veto di PBB maupun secara militer. Agaknya invasi tentara multi-nasional pimpinan AS di Irak tempo doeloe (2003) mungkin sangat membekas, tatkala pasca Saddam tumbang secara sepihak George W Bush memutus semua konsesi minyak yang telah diteken oleh Irak dengan berbagai negara, termasuk Cina-Rusia. Pengalaman pahit di atas, sepertinya tak ingin terulang kembali bagi kedua adidaya baru dari Timur.

Uraian ini hanya ingin memberikan gambaran, bahwa antara simetris dan asismetris gerakan AS dan sekutu tidaklah berjalan masing-masing. Namun terdapat sinergi harmonis, artinya pada saat mana asimetris bermain atau momentum seperti apa simetris mengambil alih dan seterusnya. Catatan tak ilmiah ini mencoba mengurai gerakan asimetris AS dan sekutu dengan contoh kasus-kasus aktual.

Isyarat Robert Magindaan menyatakan, bahwa AS mengembangkan ancaman asimetris sejak tahun 2010 melalui enam koridor yakni nuklir, chemical, biological, informasi operasi, konsep operasional dan terorisme. Kendati menurut hemat penulis, pola-pola semacam ini sesungguhnya telah dikerjakan sejak dulu oleh AS, hanya kemasannya beda. Yang mutlak digarisbawahi adalah stategi itu tetap mengacu pada kepentingan nasional AS (the power of oil) dimana ia mempersepsikan diri sebagai "Polisi Dunia". Inilah konsistensi Paman Sam yang layak ditiru negara-negara dalam meraih kepentingan nasionalnya.

Watak asimetris yang dikembangkan memang berbeda dengan simetris (invasi) militer yang ber-cost tinggi lagi mahal. Modus dan pola asimetris lebih murah tetapi cukup handal. Dalam medan asimetris misalnya, tidak diperlukan prajurit pilih tanding seperti Rambo, atau kekar seperti Kolonel Braddock, Superman dan lainnya, cukup melalui sosok kurus di belakang meja tetapi mampu mengacak-acak jaringan komunikasi atau sistem informasi negara lain, mengadu-domba elemen masyarakat di negara target, atau membuat hancur pilar-pilar ekonomi negara sasaran dan lainnya.

Serangan asimetris yang dikembangkan AS sering menghajar "titik-titik kritis" (istilahnya archilles, baca akiles) suatu bangsa. Misalnya di Tuniasi, Mesir dan Yaman titik kritisnya pada korupsi dan kemiskinan, maka akiles itu pun yang "diolah" menjadi isue gerakan massa karena memang riil nyata. Itulah ruh gerakan Arab Spring yang sukses menggoyang Jalur Sutra pada tataran kulit semata karena belakangan muncul kebangkitan Islam disana-sini. Ketika kemiskinan dan korupsi gagal menggoyang Syria dan Iran, isue pun seketika diganti. Stigma di Syria berubah menjadi “kejahatan kemanusiaan” yang diramaikan media. Lagi-lagi mirip cara NATO sewaktu masuk ke Libya dahulu. Polanya sama. Tuduhan “kejahatan kemanusiaan” dialamatkan kepada Gaddafi sebelum akhirnya turun Resolusi PBB untuk mengeroyok Libya secara militer.

Iran pun kebagian diacak-acak melalui isue nuklir. Namun isue yang dilempar ke Negeri Para Mullah tampaknya kurang sukses sebab khalayak global kurang antusias, justru sebaliknya Iran melaju pesat baik secara ekonomi maupun politik. Misalnya upaya embargo minyak dikontra dengan “minyak murah” ala Iran, bahkan Ahmadinejad roadshow di Amerika Latin serta berencana masuk Shanghai Cooperation Organization (SCO). Soal SCO awalnya merupakan kerjasama bidang ekonomi, namun belakangan berkembang sinyalir sebagai ujud lain dari pakta pertahanan antara Rusia-Cina dengan jajaran negara anggota guna mengimbangi hegemoni NATO di dunia. Luar biasa cerdasnya Ahmadinejad. Betapa ia mampu mengelola realitas kembar yaitu geopolitik dan geoekonomi negaranya.

Hasil diskusi terbatas di Global Future Institute (GFI), Jakarta pimpinan Hendrajit didapat simpulan sementara, kendati AS masih “ngeyel” melalui cyber war-nya bertujuan merusak dan mencuri data-data Kementrian Minyak, menurut Kamal Hadianfar, Kepala Polisi Cyber Iran kepada wartawan Sabtu (9/6/2012) mengatakan, bahwa dua alamat IP mencurigakan di Amerika telah teridentifikasi dalam serangan tersebut. Akan tetapi diyakini bahwa isue nuklir guna memprovokasi dunia agar membenci Iran bakal ditinggal lagi oleh Barat karena sudah dianggap hambar.

Gelagat AS dan sekutu hendak menggeser konflik dari Timur Tengah ke Laut Cina Selatan semakin terbaca. Shock and awe telah dijalankan. Tak kurang Leon Panetta, Menhan AS telah “mengancam” akan menggeser 60% armada tempurnya di Asia Pasifik. Kemudian menyeruak kembali sengketa kepulauan Paracel, Spartly, Dangkalan Scarborough Shoal antara Cina dengan beberapa negara sekeliling seperti Vietnam, Taiwan, Brunei Darussalam, Philipina dan lainnya disinyalir merupakan “titipan”. Isue aktual yang bakal dikemas oleh AS dan sekutu niscaya bertitel “Sengketa Perbatasan”. Janji AS melalui Jendral Martin Dempsey saat bertemu Aquino di Manila (07/06/2012) untuk membantu Philipina meningkatkan pertahanannya dalam menghadapi Cina merupakan indikasi kuat, bahwa sengketa perbatasan Scarborough Shoal merupakan salah satu tema yang bakal diletuskan oleh Barat dalam waktu dekat di wilayah Asia Pasifik, meski sebenarnya banyak topik lain seperti sengketa kepulauan Paracel, Spartly dan lainnya. Jangan-jangan Malaysia bakal di-“kompor-kompori” soal Natuna dan Ambalat agar clash melawan Indonesia?

Selamat datang isue sengketa perbatasan di Asia Tenggara!

(Dari banyak sumber, terutama di web GFI, Jakarta; Iribradio, Iran; Diskusi di Forum KENARI pimpinan Dirgo D. Purbo; Journal Intelijen, dan Global Research, Montreal, Kanada)

0 komentar

Write Down Your Responses