Samudra Pasifik = Lautan Teduh, kenapa ?

Oleh. M. Arief Pranoto


Catatan ini melanjutkan tulisan terdahulu (silahkan dibaca: Melacak Makna dan Kejayaan Nusantara di www.theglobal-review.com). Jika penjelasan kemarin hanya membahas garis besar tahapan era kegemilangan Indonesia tempo doeloe, maka dalam catatan kali ini akan mengurai sedikit bukti-bukti keadaan (circumstance evidence) atas khabar dimaksud.

Masih ingat Lautan Teduh? Hal ini menarik disimak sebab merupakan salah satu circumstance evidence yang tertinggal dalam tahapan kejayaan nusantara dulu. Terminologi atau istilah tersebut (Lautan Teduh) dirasakan  familiar baik via tulisan maupun didengar, terutama para pelajar siswa bangku sekolah dekade 1970-an. Entah kenapa, istilah itu kini tak terlihat serta hampir tidak terdengar. Bahkan ketika ditelusur pada Google Earth pun tidak dijumpai, mesin canggih tersebut malah memunculkan nama-nama perusahaan (PT), hotel, rumah makan, dan lain-lain yang masih “setia” menggunakan istilah Lautan Teduh. Akan tetapi bila searching di Google, memang akan ditemui kalimat Lautan Teduh, namun terdapat kata “atau” dalam penjelasan, yakni Samudra Pasifik atau Lautan Teduh. Apakah ini bermakna bahwa Lautan Pasifik itu dulunya bernama Lautan Teduh? (http://id.wikipedia.org/wiki/Samudra_Pasifik).  

Sejak kapan berganti dan kenapa ia berubah nama, belum ditemui literatur pasti. Kendati secara arti sesungguhnya tak berbeda. Oleh sebab Pasifik itu asal kata Pacifico, dari bahasa Spanyol yang artinya “tenang”. Menurut beberapa referensi, konon penjelajah Fernando de Magelhaens dari Portugis adalah kali pertama menyebut istilah tadi, dengan alasan sebagian besar perjalanannya ketika melintas Selat Magelhaens menuju Filipina, ia merasakan ketenangan saat mengarungi samudra dimaksud. Selanjutnya istilah “Teduh” itu sendiri, jelas mengacu pada kosa kata dalam bahasa Indonesia yang artinya tenang, damai, atau ayem, tentram, dan lain-lain.

Menurut Wikipedia, ia mencakup sepertiga permukaan Bumi. Luasnya sekitar 179,7 km. Panjangnya 15.500 km dari Laut Bering di Arktik hingga batasan es di Laut Ross di Antartika di selatan. Lautan Teduh terbentang 19.800 km dari Indonesia hingga pesisir Kolombia. Batas sebelah barat samudra ini di Selat Malaka. Titik terendah permukaan Bumi—Palung Mariana—berada di Samudra Pasifik. Samudra ini terletak di antara Asia dan Australia di sebelah barat, Amerika di sebelah timur, Antartika di sebelah selatan dan Samudra Arktik di sebelah utara. Luar biasa.

Lautan Teduh berisi sekitar 25.000 kepulauan (lebih dari jumlah kepulauan yang berada di lautan dunia lainnya jika digabung), yang mayoritas terletak di selatan khatulistiwa. Batasan ireguler Lautan Teduh atau Samudra Pasifik terdapat banyak laut, dimana terbesar ialah Laut Sulawesi, Laut Koral, Laut Cina Timur, Laut Jepang, Laut Cina Selatan, Laut Sulu, Laut Tasman dan Laut Kuning. Selat Malaka menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia di sebelah barat, dan Selat Magelhaens menghubungkan Samudra Pasifik dengan Atlantik di sebelah timur.

Pertanyaan menggelitik timbul, kenapa kata “Teduh” yang jelas-jelas dari bahasa Indonesia dijadikan nama samudra atau lautan yang luasnya sepertiga bumi? Inilah yang ingin ditelusur. Masih ingatkah masa Medang Kamulyan dengan raja yang terkenal bertitel Ratu Boko? Silahkan dibaca ulang “Melacak Makna dam Kejayaan Nusantara” di www.theglobal-review.com untuk mengingatnya lagi.

Medang Kamulyan atau zaman Kemajuan-Kejayaan merupakan era dimana cikal bakal huruf-huruf  SANGSEKERTA (sansekerta) yang kali pertama diperkenalkan oleh Aji Saka. Selanjutnya huruf - huruf tadi akhirnya menjadi BAHASA Sangsekerta. Dengan demikian, sansekerta itu asli (murni) berasal dari bumi Indonesia, bukannya dari India. Kenapa demikian, di India tidak dikenal atau tak ada pemakaian kata-kata “SANG”. Bahkan jika bahasan dari kata SANG, justru sebenarnya lebih dekat ke China. Contohnya Chiang Kai Sek, dimana Chiang oleh bangsa China dibaca “Sang”. Tak boleh dipungkiri, “Sang” itu sesungguhnya kosa kata asli Indonesia atau bahasa nusantara dulu, yakni bahasa Saka.

Ya. Huruf-huruf zaman Ratu Boko adalah “SANGSEKERTA”. KERTA itu artinya “empat”, sedangkan SANG asal kata dari wangsa (bangsa). Jadi sansekerta itu maksudnya adalah Empat Bangsa, yang meliputi antara lain:

Pertama, bangsa “Chin” meliputi selain China itu sendiri, juga Vietnam, Laos dan Kamboja. Kedua, Birma hingga Thailand  terkenal dengan sebutan bangsa “Thai”. Ketiga, Madagaskar, Srilangka, India dan seterusnya hingga Mesir terkenal dengan sebutan bangsa Afrika. Dan terakhir (keempat) adalah Jawa, Sumatera, Papua sampai kepulauan Polinesia dan Hawai yang dikenal dengan sebutan Bani Jawa. Dan jika keempat unsur bangsa itu digabungkan menjadi satu, maka timbullah istilah Nusantara atau Nuswantoro. NUSA artinya pulau, ANTARA artinya jarak. Maka makna NUSANTARA ialah bangsa yang hidup di pulau-pulau yang tersebar mulai dari kepulauan Polinesia di ujung timur hingga wilayah Madagaskar atau Afrika.

Singkat kata, Nusantara dahulu jelas merupakan “Bangsa Bahari” yang memiliki pelaut-pelaut (angkatan laut) tangguh karena terbukti memiliki wilayah kekuasaan sampai ke Benua Afrika, Thailand, Hawai, dll sehingga jalur perairan (samudra) antaranya memakai istilah (“Teduh”) bahasa Indonesia.

Menyoal kembali kosa kata “Teduh” sebagaimana diulas tadi, bahwa bahasa Indonesia dianggap selain berasal dari Melanesia juga dari bahasa Melayu “pasaran”. Sebagaimana diungkap pada Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara: “…bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia”.

Menurut Wikipedia, ia mencakup sejumlah bahasa yang saling bermiripan yang dituturkan di wilayah Nusantara dan di Semenanjung Melayu. Sebagai bahasa yang luas pemakaiannya, bahasa ini menjadi bahasa resmi di Brunei, Indonesia (sebagai bahasa Indonesia), dan Malaysia (juga dikenal sebagai bahasa Malaysia); bahasa nasional Singapura; dan menjadi bahasa kerja di Timor Leste (sebagai bahasa Indonesia).

Bahasa Melayu merupakan lingua franca bagi perdagangan dan hubungan politik di Nusantara sejak sekitar A.D 1500-an. Migrasi juga turut memperluas pemakaiannya. Selain di negara yang disebut sebelumnya, bahasa Melayu dituturkan pula di Afrika Selatan, Sri Lanka, Thailand selatan,Filipina selatan, Myanmar selatan, sebagian kecil Kamboja, hingga Papua Nugini. Bahasa ini juga dituturkan oleh penduduk Pulau Christmas dan Kepulauan Cocos, yang menjadi bagian Australia(http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu).

Jadi jelaslah, bahwa bahasa Indonesia sesungguhnya telah ada (being), nyata (reality) dan berada/berperan (existence) semenjak dahulu kala dan digunakan sebagai bahasa ‘penghubung’ oleh beberapa negara sebagaimana diurai sekilas di atas. Maka menjadi masuk akal, ketika samudra di sekitar negara-negara tersebut bernama Lautan Teduh. Ini bukan persoalan gothak-gathuk mathuk, namun bukti keadaan mengatakan demikian.

Terimakasih.

0 komentar

Write Down Your Responses